Tulisan ini merupakan sebuah tulisan studi
komperatif yang coba membandingkan antara kebodohan dan Pengetahuan yang belum
sempurna menurut ajaran wedha. Bahwa tidak bisa dipungkiri kita sering merasa
bingung dengan kedua redaksi tersebut. Apakah kita benar-benar bodoh atau
pengetahuan kita yang belum sempurna? inilah pertanyaan yang sering muncul
dalam hati penulis. Kita sering menyebut orang lain bodoh baik dengan sadar
maupun tidak sadar (pura-pura tidak
sadar kurang lebih seperti itu) hanya karna orang lain itu tidak lekas
mengerti, membuat suatu kesalahan dll. Ini bukan salah saya ataupun salah kamu,
dia atau mereka (haha) tetapi dalam kamus Besar Bahasa Indonesia memang kata
bodoh itu diartikan tidak lekas mengerti, sering membuat kesalahan dll. Kata
bodoh menurut hemat penulis adalah sebuah penyederhanaan kata untuk mewakili
semua insan yang lambat mengerti (Lambat loading versi anak alay) dan sering
membuat kesalahan berdasarkan KBBI.
Berdasarkan kepercayaan Hindu bahwa
zaman sekarang adalah zaman kaliyuga dimana Adharma sudah menguasai setiap
orang dan kita sendiri berusaha untuk menampik itu semua dan berusaha secara
totalitas membenarkan apa yang kita lakukan dan mentidakbenarkan apa yang orang
lain kerjakan. Walaupun kata bodoh pada awalnya hanya untuk mewakili
orang-orang yang belum mengerti saja tapi di zaman kaliyuga ini kata bodoh
digunakan sebagai senjata untuk mencedarai hati orang lain, membuat orang lain
semakin tidak percaya diri dll sehingga kata bodoh tidak lagi bermakna positif.
Banyak
yang beranggapan bahwa dalam agama hindu tidak mengenal kata bodoh (terutama
kalangan intelektual), namun hal itu tentulah pandangan pribadi setiap umat
yang menerjemahkan daripada kitab suci agama hindu itu sendiri. Tentunya hal
itu sangat menarik bagi penulis untuk dianalisis sehingga mendapatkan jawaban
yang memuaskan hati penulis itu sendiri.
Sepanjang yang penulis telaah bahwa kata
bodoh dalam agama Hindu itu tetap ada namun bagi penulis memiliki makna yang
berbeda dari apa yang di terjemahkan dalam KBBI. Ahamkara (keakuan), Avidya
(ketidaktahuan), Loba, Krodha dll adalah bentuk kebodohan yang dimaksud dalam
ajaran Hindu. Sedangkan lambat mengerti, sering membuat kesalahan secara teknis
ini merupakan bentuk pengetahuan yang belum sempurna namun belum tentu bodoh. Seperti yang dijelaskan dalam sloka Bhagawad
Githa di bawah ini :
BG XIII-27
Anye tu evam ajamantah srutvanyebhya upasate
Te pi catitaranty eva mrtyum sruti – parayanah
Artinya
“namun yang
lain, karena ketidaktahuan, mendengar dari orang lain lalu memuja, mereka pun
mengatasi kematian dengan mengabdikan diri pada apa yang telah didengar.
Bodoh
dalam pandangan hindu merupakan bentuk ketidaktahuan serta keimanan yang tidak
mantap kepada Brahman menyebabkan kita masih berada dalam lingkaran kebodohan. Sifat
bodoh yang menimbulkan kemalasan, kebingungan dan tidak aktif sebagai bentuk
dominasi dari sifat tamas. Seperti tercantum
pada BG XIV-13 sebagai berikut :
Aprakaso pravrttis ca pramado moha eva ca
Tamasy etani jayante vivrddhe kuru-nandana
Artinya
Kekurang cerahan,
tidak aktif, keteledoran dan juga kebingungan, semua ini timbul dari sifat
tamah, yang makin bertambah kuat, wahai arjuna.
Dalam BG XIV – 16
Karmanah sukrtasyahuh sattvikam nirmalam phalam
Rajas as tu phalama duhkham ajnanam tamasah phalam
Artinya
Dinyatakan hasil
perbuatan orang yang sattwika adalah memperoleh kesucian, tetapi pahala sifat
rajah adalah penderitaan sedangkan kebodohan adalah pahala sifat tamah.
Kebodohan dalam pandangan hindu
merupakan suatu sikap tidak menyadari sang diri (atman), pikiran yang tidak
bisa di kontrol dalam artian masih dibelenggu oleh pengaruh dunia maya,
musuh-musuh dalam diri yang tidak bisa diatasi.
Pengetahuan spiritual merupakan
kebenaran mutlak dan apabila kita sebagai bakta tidak mengetahui secara benar
dan berusaha untuk mendiamkan ketidaktahuan maka kita adalah tergolong
orang-orang yang bodoh, sebagai kaum brahmacari maka pengetahuan diibaratkan sebagai
perahu yang akan menyeberangi kita dari dunia kegelapan. Sudah menjadi
kewajiban kita sebagai kaum brahmacari mencari pengetahuan seluas-luasnya,
alangkah munafiknya kita apabila mengingkari keberadaan kita sebagai kaum
brahmacari itu sendiri.
Pengetahuan hasil pemikiran manusia
merupakan pengetahuan yang mampu menciptakan peradaban kehidupan manusia yang
lebih baik. Ketidaktahuan akan pengetahuan tersebut merupakan sesuatu yang sifatnya
manusiawi karna begitu banyak hasil-hasil pemikiran manusia yang dituangkan
dalam bentuk karya sastra. Kita sebagai manusia yang menikmati hasil karya
tersebut tentu saja dapat memilih yang akan kita konsumsi untuk sedikit
memajukan akal dan pikiran kita masing-masing tentunya sifatnya tidak boleh
dipaksakan. Alangkah berdosanya kita bilamana menyebut orang lain bodoh hanya
karna apa yang kita ketahui mereka tidak mengetahuinya, karna pada hakikatnya pengetahuan kita semua merupakan
pengetahuan yang tidak sempurna. “Apa yang kita ketahui belum tentu orang
lain mengetahui dan apa yang mereka ketahui belum tentu kita juga mengetahui”.
Demikian tulisan yang tidak sistematis
ini penulis persembahkan dengan sedikit ekspektasi akan kemajuan (progress )
penulis itu sendiri sebagai kaum brahmacari. Apabila ada hal yang tidak masuk
akal tolong dipaksakan untuk dirasionalisasikan, bagaimana pun caranya. “Om
Shanti Shanti Shanti Om”