Sebagai insan yang cinta akan pengetahuan, tentu kita di tuntut untuk selalu
membaca buku yang merupakan jendela dunia, jendela dunia yang memberikan ruang
untuk memberikan sinar cahaya pengetahuan masuk menyinari setiap rumah yang
takut akan kegelapan. Tan Malaka merupakan sosok yang gemilang bahkan pemikirannya
berpengaruh terhadap kemerdekaan Indonesia. Beberapa tulisan-tulisan beliau
(Salah satunya yaitu “MADILOG”) yang
dibukukan membuat pembacanya harus membuka pikiran semurni-murninya karna pemaparan
pengetahuan yang murni tanpa unsur-unsur kotor yang terselip di dalamya.
Madilog
merupakan istilah baru dalam cara berpikir, dengan menghubungkan ilmu bukti
serta mengembangkan dengan jalan dan metode yang sesuai dengan akar dan urat
kebudayaan Indonesia sebagai bagian dari kebudayaan dunia. Bukti adalah fakta
dan fakta adalah lantainya ilmu bukti. Bagi filsafat, idealisme yang pokok dan
pertama adalah budi (mind), kesatuan, pikiran dan penginderaan. Filsafat
materialisme menganggap alam, benda dan realita nyata obyektif sekeliling
sebagai yang ada, yang pokok dan yang pertama.
Bagi
Madilog (Materialisme, Dialektika, Logika) yang pokok dan pertama adalah bukti,
walau belum dapat diterangkan secara rasional dan logika tetapi jika fakta
sebagai landasan ilmu bukti itu ada secara konkrit, sekalipun ilmu pengetahuan
secara rasional belum dapat menjelaskannya dan belum dapat menjawab apa,
mengapa dan bagaimana.
Tentu
di dalam tulisan ini saya ingin mengupas dan menyampaikan tentang
pandangan-pandangan penulis (subyektif) terhadap pandangan-pandangan Madilog
terhadap Hindustan. Terutama dari sejarah hindu yang buram serta monopoli
kebenaran yang dilakukan oleh kaum brahmana, sampai system kasta yang
menyebabkan pertarungan kelas (bak kelas kaum buruh dan kaum berpunya) yang
menyebabkan lahirnya Bhudiisme. Bukan hanya itu Logika Mistika merupakan bagian
yang paling menarik untuk merevolusi mental sebagai seorang yang berdarah nusantara
yang selalu menempatkan sesuatu fenomena sebagai sesuatu yang gaib, yang sekali
lagi menempatkan Hindustan sebagai pengonsumsi yang paling kental.
Tentu
hal ini tidak menjadi masalah dan menjadi tanggapan positif bagi saya seorang
Hindustan yang awam. Seiring dengan berjalannya waktu saya mencoba menjawab pertanyaan
itu sesuai nalar saya seperti orang buta mencoba mencari sumber cahaya di
seluruh dunia (Bhuana Agung) namun sebenarnya cahaya itu bermuara pada diri
manusia itu sendiri yang tidak lain dan tidak bukan adalah Akal dan Nalar
manusia.
“Madilog
memandang bahwa orang Indonesia merupakan orang-orang yang menganut Logika
Mistika paling kental”. Tentu hal ini sangat rasional, mengingat kembali
sejarah yang dipelajari sedari bangku SD sampai SMA yang selalu menerangkan
bahwasanya Kepercayaan Nusantara terdiri dari Dinamisme dan Animisme. Tentu hal
yang menarik dari pemaparan Madilog mengenai kepercayaan orang Indonesia selain
kepercayaan Dinamisme (Segala sesuatu memiliki kodratnya masing-masing dan
Animisme ( Anima-Jiwa (memuja roh leluhur)) adalah kepercayaan Daemonologi (Kepercayaan
kepada hantu). Hindu Bali merupakan pemeran utama dari Konsep Logika Mistika
ini, bagaimana tidak bahkan sampai sekarang budaya itu masih melekat di dalam
kepercayaan Bali itu sendiri, hanya saja telah mengalami penyempurnaan dari
Konsep dan Sradha (Iman) dari kepercayaan Hindustan itu sendiri. Sebagai contoh
orang-orang bali masih menjalankan tradisi mebanten (upakara) terhadap
binatang, tumbuhan dan Senjata atau di kenal dengan sebutan tumpek kandang,
tumpek landep dan tumpek wayang (kesenian). Tentu hal ini sangat sejalan dengan
konsep Tri Hita Karana Yaitu Relasi yang dibangun manusia terhadap Tuhan,
Hewan, dan Manusia itu sendiri. Daemonologi (kepercayaan terhadap hantu)
merupakan sesuatu yang lazim dan faktor utama mengapa orang Indonesia merupakan
orang-orang yang mengonsumsi logika mistika. Dalam contoh-contoh yang
dipaparkan dalam Madilog tentu sangat masuk akal bahkan sampai sekarang
fenomena itu sampai sekarang masih ada seperti kesurupan dan Kesambet. Tentu
sebagai Hindustan hal ini sudah tidak asing lagi bagi saya, bahkan turut serta
dalam mengalami peristiwa-peristiwa seperti ini. Bahwasanya dalam kepercayaan
hindu Dunia (Lokha) itu terdiri dari tiga yaitu, Dunia atas, Bawah, dan Dunia
yang kita tempati untuk menjalankan swadharma kita sebagai umat manusia. Secara
Rohani hal ini juga bisa dijelaskan, selain Bhuta kala umat manusia juga bisa
terjebak menjadi makluk semacam itu yang tidak terlihat dengan kasat mata
apabila tidak di upacarai dengan benar. Di dalam buku Samsara karya Komang
Kurniawan yang merupakan murid dari Guru Gede Prama menjelaskan perjalanan sang
Atman setelah meninggalkan badan Kasar. Berdasarkan buku tersebut jiwatman
seseorang itu bisa terjerumus ke dalam alam bawah berdasarkan karma yang ia
perbuat selama hidup. Atman yang terjerumus tersebut juga memiliki kehidupan
yang sama dengan kehidupan di dunia (memiliki waktu hidup yang sama seperti
manusia) hanya saja tingkat kesadaran yang lemah, sehingga roh-roh itu bisa
diambil dan dipekerjakan oleh manusia-manusia berilmu hitam.
Logika
Mistika merupakan Logika yang positif hanya saja berdasarkan pandangan Madilog,
Logika mistika itu sangatlah fatal apabila di gunakan dalam tempat yang salah
dan waktu yang salah juga (The Wrong Place, The Wrong Time). Misalnya Negara
mengalami krisis, lantas kita sebagai warga kembali memainkan Logika Mistika
itu dan mengatakan bahwa peran-peran hantu yang mencuri uang-uang Negara
sehingga Negara mengalami krisis moneter (tidak relevan).
Selain
logika mistika, terdapat juga konsep materialisme dalam pemaparan Madilog. Esensi
dari materialism adalah asas kebendaan, “sesuatu itu benar apabila nyata dan
dapat dipelajari secara ilmiah”. Dalam pemaparan lebih jauh Madilog memberikan
pandangan-pandangannya, bahwa sesuatu yang ada tidak akan pernah tidak ada
artinya setiap benda atau sesuatu memiliki kodratnya masing-masing. Sebagai
contoh pasir yang berubah menjadi mutiara. Dalam pemaparan contoh tersebut
kodrat benda pasir itu berubah menjadi mutiara, pasirnya tetap ada hanya
kodratnya yang berubah. Contoh lain yang saya ambil berdasarkan Konsep hindu,
bahwa badan manusia itu terdiri dari Panca Maha Butha, ada unsure api, udara,
tanah, air dan ruang. Ketika badan manusia itu dikubur masing-masing unsure itu
bersatu dengan alam, ia menjadi tanah, kemudian unsure tersebut diserap oleh
tumbuhan lalu menjadi buah, demikian seterusnya. Artinya unsure-unsur pembentuk
itu tidak akan pernah hilang hanya saja kodratnya yang berubah.
Di
dalam materialism hal yang paling fundamental adalah dapat dipelajari (ilmiah).
Lantas, apakah ideology Hindustan itu
ilmiah?. Semadhi, Punarbhawa (kelahiran berulang-ulang) yang katanya Roh
manusia bisa menjadi hewan, begitupun sebaliknya, apakah itu ilmiah?
Bagaimana seorang hindu bisa
membawa perubahan, sementara ia di tuntut untuk menjauhi kehidupan maya,
semadhi dan menjaga netralitas atman itu sendiri, tidak memakan daging
(Gandhiisme)?
Madilog
memandang bahwa konsep Hindustan adalah dongeng semata. Madilog juga
mempertanyakan kebenaran ephos mahabrata dimana di dalam cerita perangya panah
bisa berubah menjadi banyak, terbang layaknya tidak ada gaya gravitasi, orang
berubah menjadi kecil dll. Di dalam cerita mahabrata juga di paparkan bahwa
tidak ada satupun ilmu perang yang menganalisis teknik dan system perang yang
dilakukan pada masa itu. Masikah hal itu ilmiah?? Filsafat Hindustan adalah filsafat membangun konsep
kebenaran melalui cerita dongeng. Kaum brahmana mempunyai andil yang cukup
besar dalam berkembangnya dongeng-dongeng tersebut.
Tentu
sepintas membuat saya sebagai pembaca yang awam dan sebagai bagian dari
Hindustan membuat saya berpikir kembali dan mengingat kembali setiap pelajaran
agama yang saya pernah dapatkan semasa bangku sekolah. Apakah benar mahabrata adalah sebuah dongeng?
Mengingat
kembali sejarah Hindu yang bermula pada kedatangan bangsa Arya yang menduduki
bangsa Dravida (Suku Asli), kemudian terjadi akulturasi kebudayaan, yang pada
hakikinya adalah penyembah dewa sebagai manifestasi Tuhan Yang Maha Esa. Di dalam
Madilog rujukan-rujukan yang di pakai adalah penelitian-penelitian bangsa
Inggris yang notabene pernah menjajah India dan memiliki misi terselubung yaitu
mengkristenisasi India, terbukti dengan adanya fakta bahwa banyak Kitab-kitab
suci wedha yang diterjemahkan keliru. Tentu hal ini menjadi sebuah pertanyaan. Analogi
seperti sebuah cermin bayangan terpantul tergantung jenis cermin yang
digunakan, apakah dia cermin datar, cekung maupun cembung.
Brahmana
merupakan tingkatan tertinggi dari system warna. Memang kita harus jujur pada
sejarah bahwa di India memegang erat system kasta yang merupakan polarisasi
dengan tujuan tertentu. Manusia memang sering menciptakan sebuah system yang
salah dan kadang-kadang system itu terbentuk berdasarkan pola kehidupan
masyarakat (Secara tidak sadar). Untuk menetralisir system tersebut tentu harus
membutuhkan waktu yang lama dan tidak mudah (pendekatan Dialektika). Di dalam
Madilog jelas dipaparkan bahwa kaum brahmana memiliki peran integral dalam
menciptakan system kehidupan. Keputusan-keputusan para raja pada zaman dahulu
harus memperhatikan kaum brahmana (Check and Balance). Di dalam cerita
Mahabrata tentu kita juga dapat rasakan bagimana peran kaum brahmana dalam
mempengaruhi keputusan-keputusan sang Raja. Dan tidak sedikit para Brahmana
tersebut terjerumus dalam lingkaran Adharma (Ketidakbenaran) seperti guru Drona
dan kakek Bhisma yang ikut membela kaum Kurawa dalam perang kurusetra. Lalu apakah
membuat kita berpikir negative terhadap monopoli kebenaran yang dilakukan oleh
kaum brahmana?. Tentuk untuk menjawab pertanyaan tersebut kita harus bergaul
dan hidup diantara kalangan penganut hinduisme. Untuk menjadi kaum brahmana
tentu harus melewati berbagai prosesi baik sekala (Nyata) maupun Niskala
(gaib). Tingkat kesadaran kaum Brahmana sangat berbeda dengan orang awam itulah
mengapa sebabnya mengapa brahmana dilarang dalam kegiatan bisnis dan politik. Tentu
sangat rasional ketika pemimpin pemerintahan meminta nasehat atas keputusan
yang akan di ambil karena kaum brahmana idealnya adalah kaum yang bijak.
Terkait
dengan cerita mahabrata apakah ia nyata ataukah hanya sebuah dongeng filsafat
yang didedikasikan untuk mengatur pola kehidupan manusia oleh kaum brahmana? Tentu
pertanyaan ini harus memperhatikan aspek bukti sebagai lantai dasar dalam
kebenaran ilmiah. dan lagi-lagi saya kembali mengingat salah satu sloka yang
mengatakan bahwa wedha sangat takut terhadap orang-orang bodoh dan hinduisme
adalah Sanatana Dharma (Kebenaran Hakiki). Terkait dengan hal ini banyak sekali
artikel-artikel yang membahas tentang kebenaran ephos mahabrata yang tidak
sempat saya paparkan disini. Tentu mencari kebenaran mahabrata sama saja dengan
mencari kebenaran apakah adam dan hawa adalah nenek moyangnya manusia??? Apakah
cerita tersebut dapat dibuktikan kebenaran ilmiahnya?. Lagi-lagi Teologi tidak
bisa di sandingkan dengan Materialisme, karna seperti dua mata uang yang
berbeda.
Kemenangan
atas kolonialisme inggris yang dilakukan Mahatma Gandhi melalui Satya Graha
merupakan sesuatu yang menggemparkan dunia. Mahatma Gandhi mampu mengusir para kolonial
inggris tanpa mengangkat senjata (Jalan Kedamaian). Hal ini tentu menjadi
jawaban atas pertanyaan diatas, apakah Hindustan mampu membawa perubahan
sementara ia dituntut untuk menjauhi kehidupan masyarakat (tahapan akhir
setelah masa Grhasta( berumah tangga), tidak makan daging (Vegetarian ala gandhiisme)
sementara untuk membuat perubahan tersebut membutuhkan waktu dan energy yang
banyak. Mahatma Gandhi merupakan sosok yang sangat fenomenal, ia memenangkan
pertarungan perebutan garam sementara ia tidak terlalu membutuhkan garam itu
sendiri. Belajar dari sejarah tersebut tentu bukan energy saja faktor
satu-satunya yang membuat perubahan itu nyata namun lebih daripada itu.
Semoga
artikel ini memiliki manfaat dalam menambah pengetahuan dan daya kritis kita
terhadap pengetahuan itu sendiri.
Buanglah Sampah pada tempatnya. Hehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar